Ketika harapan tak sesuai dengan kenyataan lagi, adakah
sedikit harapan yang mungkin saja muncul seperti tunas-tunas daun muda yang
hijau di awal bulan November?
Jalan ini begitu panjang, kau pergi jauh dan berpaling
dariku sementara aku ingin pulang karena tak sanggup lagi menunggu di ujung
jalan dengan buncahan rindu yang kian menggunung. Sungguh! Kita sudah tak
sehaluan lagi.
Lalu di ujung langit sana ada mentari yang baru saja pamit
pulang pada langit sore, perlahan memasuki porosnya, menyisahkan kilauan jingga
yang begitu sedap dipandang, tapi apalah daya kalau hati sudah mati rasa? Sudah
tak bisa menikmatinya lagi, semuanya sudah tak seperti dulu lagi.
Mungkin bila di lain waktu nanti, dikala hujan mulai
menangis, membanjiri bumi dengan ganasnya, akan ku luapkan keluh kesah hati
yang begitu getir ini pada petir.
Sehari bertemu, berpisah berbulan-bulan, belom sempat ku
sampaikan maksud hati padamu tapi waktu begitu singkat seperti sambaran kilat
yang menyala-nyala dan tak bisa ditangkap oleh genggaman, dan lagi kesiapan
hati ini masih belom begitu mantap.
Walau kita tak lagi bersama namun aku masih punya hari
kemarin yang bisa untuk dikenang, meskipun kau sudah tak lagi ada dalam
genggaman, tak masalah. Setidaknya kau pernah mencerahkan sebagian hariku,
meskipun justru banyak kelabu yang kau letakan di langit hatiku.
Nanti bila kita bertemu lagi di lain hari, tak akan ku
ceritakan lagi apa yang telah ku alami, percuma saja mengadu padamu, sudah tak
sama lagi. Biarlah kau sendiri saja yang menerka-nerka maksud hatiku, dan bila
kau ingin mendengar ceritaku, hidangkanlah kopi di tempat biasanya kita saling
beradu argumen sambil mengadu satu sama lain, yang membuat canda dan gelak tawa
bersatu padu.
Aku, orang yang pernah kau abaikan ini, yang dengan lapang
dada menerima kenyataan ini, meskipun lebih pahit dari kopi yang tanpa gula
sekalipun, akan ku lakoni drama hidup ini dengan peran terbaiku, meskipun
tampaknya sulit untuk bernafas. Inilah hidup yang sebenarya, menutupi luka
dengan balutan yang indah dan berakting seolah-olah tak pernah ada yang
terjadi.
Terkadang, ingin ku akhiri saja semua ini, tapi rasanya
dunia ini tak adil bila harus ku rasakan sendiri sakitnya merindukanmu, namun
burung-burung malam di luar sana menyengir dan menyeringgai padaku seperti tak
sepakat dengan keputusanku tuk akhiri sinetron hidup ini, lantas mereka
berbisik pada desiran angin malam dan hujan yang baru mulai merintih, menuntutku
agar membalas semua yang telah kau lakukan padaku, namun otakku masih sangat
jenius untuk memilih dan memilah sekiranya apa yang akan ku perbuat, kemudian
lahirlah ide yang selama ini telahku kandung berbulan-bulan, untuk tetap
tersenyum dan mengabaikannya saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar