Pukul 01:42 dini hari, saat raga ini
begitu lelah dan tak tau lagi harus berbuat apa. Di jalan, suhu udara begitu
dingin setelah diguyur hujan deras semalam penuh dan daun-daun yang gugur masih berserakan
tak beraturan di tepi jalan.
Tadi sore, langit berwarna kuning telur
dan saat itu matahari tak menunjukan batang hidungnya sama sekali. Sudah tiga kali
kuseruput kopi sejak tadi pagi tapi rasanya biasa saja dan hambar seperti
adonan roti tanpa bumbu.
"Perang Batin"
Kira-kira pukul 03.20 dini hari setelah
berpamitan dengan pemilik angkringan di sepanjang jalan Kusumanegara sana, yang
sempat kuberteduh sejenak tuk lepaskan penat, menyeruput segelas teh panas yang
penuh harapan bisa sedikit menghangatkan badan dari dinginya malam.
Namun pikiranku entah kemana, melayang
tak ada arah dan tujuan, tak tenang hati dan raut muka yang tergambar gelisah
yang tak bisa dimanipulasi. Pertanyaan dan masalah hidup seakan mengaduk-aduk
isi perut hingga membuatku terasa mual.
Oh life! Sejenak kuhembuskan nafas dan
kuhirup udara segar dalam-dalam, udara yang penuh kabut damai, sembari bertanya
dalam hati, is this the real life?
Batin seakan berperang melawan
kenyataan yang begitu tak sesuai dengan harapan dan bahkan tak bisa dijelaskan
oleh aksara sekalipun.
Aku ingin kembali, kembali pada masa
dimana hal tersulit dalam hidup hanyalah mengerjakan berlembar-lembar tugas
akhir yang kala itu hanya ditemani kopi pahit dan sebungkus rokok sebagai teman
akrabnya. Tanpa harus memaksa otak untuk menyelesaikan teka-teki hidup yang
penuh lika-liku yang tak pasti ini.
"Meredam dendam dalam pejam"
Hatiku lapuk, terjemur matahari dan
terguyur hujan sepanjang tahun. Banyak jamur yang mengelilingnya. Begitu banyak
tanaman pengganggu di sekelilingnya, yang hanya bertumbuh, berinang, bernaung
lalu pergi setelah meraup untung, tanpa sedikitpun meninggalkan rasa syukur
karena telah membuatnya makmur.
Kadang dalam hidup ada begitu banyak
orang yang entah dari mana datangnya. Satu persatu datang menghampiri pelatarannya,
namun kemudian pergi, dan bahkan hilang lenyap tanpa kabar. Atau bahkan
rombongan orang yang datang berbondong-bondong dengan huru-hara dan
hiruk-pikuknya menjamah pintu hatinya, tempat dimana benih-benih rindu musim
hujan disemai, lalu kemudian beranjak pergi setelah musim kemarau mulai tiba,
melarikan diri dari kenyataan seakan tak tahan dengan teriknya musim kemarau.
Begitulah sifat manusia dewasa ini,
yang telah lama kupelajari dan kuamati dalam diam tanpa berucap. Yang bisa
kulakukan hanyalah meredam dendam dalam pejam. Meskipun banyak yang berkata
hati telah lama membatu, sudah rusak dan cacat seperti tertatih namun biarlah
saja hancur luluh lantah.
Kadang proses hidup ini begitu sakit.
Akibat tertipu, dan seakan teraniyaya, terjerat, terjerumus, terjebak dalam
waktu yang salah dan hal mengerikan lainnya, tapi ya sudahlah, biarkan saja!
Ladang yang baik memang harus di
bongkar-bangkir isi tanahnya, dicungkil dari dalam ke luar, dibajak,
dibersihkan dari hama pengganggu.
Laksana hatipun demikian, supaya tak
ada lagi pengganggu yang menghalangi tumbuhnya benih-benih cinta yang sudah
disemai bersama pupuk rindu.
Banyak orang begitu gampang menilai
orang lain, berasumsi seakan tau segalanya, biarkan saja. Mungkin itu sifat dasar
mereka yang tak bisa diubah.
Kita tidak bisa mencangkul di tumpukan
bebatuan, atau menaman di benih di dalam lumpur dosa. Karakter orang
berbeda-beda, kita tak bisa membongkar-bangkir idiologi seseorang, memaksanya
mengikuti apa yang kita inginkan. Kalau dia mau seperti itu, biarkanlah dia
memilih hidup di jalan yang bejat. Ada begitu banyak yang harus dikorbankan,
entah perasaan, ataupun harta benda. Butuh waktu yang tidak sedikit untuk
mengeringkan air mata yang telah banyak mengalir.
Sebelum tahun ini berlalu meninggalkan
banyak kenangan, berbenah dirilah, bercerminlah pada sifat dan perbuatan kita
masing-masing. Selama daging masih menempel pada tulang, sifat kedagaingan
masih melekat pada kita, hawa nafsu, noda dan dosa masih akan tetap kita lakukan,
karena kita ini manusia. I'm not telling you to be perfect, but at least, try to be
better than before. Ada banyak hal yang belum kita lakukan dimasa depan,
kejarlah cita-cita, jalan masih terbuka lebar untuk meraih impian. Jalan hidup
ini masih begitu panjang dan belum berakhir.
Ini adalah tulisan tanganku yang masih
sama lelahnya dengan berjalan menyusuri setiap rintangan hidup ini. Namun,
apalah daya kalau harapan itu akan selalu ada, sekecil apapun itu harapan akan
selalu mengalahkan kata penyesalan.
Written by: @oldryronald
Yogyakarta, December 8, 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar