Romantisisime dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti haluan kesusastraan akhir abad ke-18 yang mengutamakan perasaan, pikiran, dan tindakan. Romantisisme dalam sejarahnya muncul di Eropa, walaupun kepastian kapan kemunculannya masih diperdebatkan. Banyak yang mengatakan bahwa aliran romantik ini hadir sebagai antitesis dari aliran klasik. Jika aliran klasik sangat mengutamakan akal dan rasio, lain halnya dengan aliran romantik yang lebih mengutamakan imajinasi, khayalan, perasaan, dan intuisi dalam karyanya.
Romantisisme kemudian muncul di Indonesia melalui kaum terpelajar pada saat itu. Para ahli sastra mengatakan bahwa romantisisme hadir di Indonesia ditandai dengan munculnya angkatan Pujangga Baru. Angkatan ini banyak menghasilkan puisi-puisi romatisisme dengan penyair seperti Armijn Pane, Sanusi Pane, Amir Hamzah, J.E. Tatengkeng, Rustam Effendi, dan lain sebagainya. Angkatan Pujangga baru adalah angkatan yang dinisbatkan pada sebuah majalah dengan nama yang sama pada tahun 1930-an. Bisa dikatakan bahwa pada angkatan ini bangsa Indonesia telah memasuki kesusastraan yang modern.
Noyes mengatakan setidaknya ada enam ciri dari karya romantisisme, yaitu kembali ke alam, kemurungan romantik, primitivisme, sentimentalisme, individual dan eksotisme, serta kerinduan akan masa lalu. Pada pembahasan kali ini akan menganalisis puisi dari J.E. Tatengkeng yang berjudul Di Pantai Waktu, Petang. Pembahasan kali ini akan menunjukkan dan membuktikan bahwa puisi Di Pantai Waktu, Petang adalah sebuah karya romantisisme. Berikut adalah puisi Di Pantai Waktu Petang:
Di Pantai, Waktu PetangJika dicermati, dari judulnya saja, Di Pantai, Waktu Petang, dengan jelas bahwa konsep alam sangat kental ditampilkan dalam puisi ini. Penganut romantisisme sangat identik dengan konsep alam atau naturalis. Berangkat dari pengertian bahwa romantisisme merupakan antitesis dari aliran klasik yang mengutamakan akal dan rasio justru romantisisme mendobrak itu semua. Oleh sebab itu, romantisisme melarikan diri untuk mencari kebenaran dari alam. Dengan khayalan yang tinggi, meski tak dapat digapai, para romatisisme memuja dan memuji alam.
Mercak-mercik ombak kecil memecah
Gerlap-gerlip sri syamsu mengerling
Tenang-menyenang terang cuaca
Biru kemerahan pegunungan keliling
Berkawan-kawan perahu nelayan
Tinggalkan teluk masuk harungan
Merawan-rawan lagunya nelayan
Bayangan cinta kenang-kenangan
Syamsu menghintai di balik gunung
Bulan naik tersenyum simpul
Hati pengarang renung termenung
Memuji rasa-sajak terkumpul
Makin alam lengang dan sunyi
Makin merindu Sukma menyanyi
Semakin jelas ciri kembali ke alam dalam dua baris pertama, Mercak-mercik ombak kecil memecah / Gerlap-gerlip sri syamsu mengerling. Penggambaran ombak kecil dan syamsu (matahari) yang mengerling mengasosiasikan keadaan di pantai pada waktu petang. Kemudian diksi seperti gunung dan nelayan semakin menguatkan konsep kembali ke alam yang merupakan ciri dari romantisisme.
Konsep kemurungan yang romantik dan sentimentalisme juga terdapat dalam puisi ini seperti dalam kutipan Merawan-rawan lagunya nelayan / Bayangan cinta kenang-kenangan dan Hati pengarang renung termenung / Memuji rasa-sajak terkumpul / Makin alam lengang dan sunyi / Makin merindu Sukma menyanyi. Terlihat bagaimana penulis mengatakan bahwa ‘pengarang’ yang merenungi alam yang dilihatnya merupakan kemurungan seorang penulis. Pada kutipan tersebut pun bisa disebut sebagai sentimentalisme karena penulis mengungkapkan perasaannya secara berlebihan dengan ungkapam makin merindu sukma menyanyi. Dari kutipan tersebut juga terlihat konsep kerinduan akan masa lalu yang ditampilkan oleh penulis.
Oemarjati mengatakan bahwa kepekaan khas romantik adalah persepsi yang tajam tentang keindahan alami yang terwujud dalam pengalaman emosional dan imajinatif makna pribadi dirinya. Konsep individual penulis sangat kentara karena menggunakan sudut pandang akuan dengan diksi ‘pengarang’, Hati pengarang renung termenung. Romantisisme sangat mengutamakan imajinasi, intuisi, dan kepekaan perasaan. Dari pusis J.E. Tatengkeng yang berjudul Di Pantai, Waktu Petang ini sangat menyiratkan perasaan penulis.
Pemaparan di atas membuktikan bahwa puisi Di Pantai, Waktu Petang adalah karya romatisisme. J.E. Tatengkeng sebagai pengarangnya sudah pasti merupakan penyair yang beraliran romantisisme Romantisisme merupakan aliran yang identik dengan Pujangga Baru di negeri ini. Meskipun periode Pujangga Baru sudah lewat tak berarti romantisisme mati begitu saja. Banyak pengarang yang menggandrungi aliran ini, walaupun tidak sebanyak saat angkatan Pujangga Baru yang sebagian besar menganut aliran romantisisme.
Referensi:
Sunarti, Sastri. 2011. “Romantisisme Puisi-Puisi Indonesia Tahun 1935—1939 Dalam Majalah Pujangga Baru”. Esai, Horison Online.
Tatengkeng, Devin. 2012. “Puisi Di Pantai, Waktu Petang”. http://devintatengkeng.blogspot.com/ diakses pada 18 April 2013
Warastuti, Lisda. 2007. “Unsur-unsur Romantisisme dalam Karya Yanusa Nugroho: Ananlisisatas Kumpulan Cerpen Bumi Bugil Bulat”. Skripsi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Depok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar