Selasa, 08 Desember 2015

Perang Batin








Pukul 01:42 dini hari, saat raga ini begitu lelah dan tak tau lagi harus berbuat apa. Di jalan, suhu udara begitu dingin setelah diguyur hujan deras semalam penuh dan daun-daun yang gugur masih berserakan tak beraturan di tepi jalan.


Tadi sore, langit berwarna kuning telur dan saat itu matahari tak menunjukan batang hidungnya sama sekali. Sudah tiga kali kuseruput kopi sejak tadi pagi tapi rasanya biasa saja dan hambar seperti adonan roti tanpa bumbu.

"Perang Batin"

Kira-kira pukul 03.20 dini hari setelah berpamitan dengan pemilik angkringan di sepanjang jalan Kusumanegara sana, yang sempat kuberteduh sejenak tuk lepaskan penat, menyeruput segelas teh panas yang penuh harapan bisa sedikit menghangatkan badan dari dinginya malam.

Namun pikiranku entah kemana, melayang tak ada arah dan tujuan, tak tenang hati dan raut muka yang tergambar gelisah yang tak bisa dimanipulasi. Pertanyaan dan masalah hidup seakan mengaduk-aduk isi perut hingga membuatku terasa mual.

Oh life! Sejenak kuhembuskan nafas dan kuhirup udara segar dalam-dalam, udara yang penuh kabut damai, sembari bertanya dalam hati, is this the real life?

Batin seakan berperang melawan kenyataan yang begitu tak sesuai dengan harapan dan bahkan tak bisa dijelaskan oleh aksara sekalipun.

Aku ingin kembali, kembali pada masa dimana hal tersulit dalam hidup hanyalah mengerjakan berlembar-lembar tugas akhir yang kala itu hanya ditemani kopi pahit dan sebungkus rokok sebagai teman akrabnya. Tanpa harus memaksa otak untuk menyelesaikan teka-teki hidup yang penuh lika-liku yang tak pasti ini.


"Meredam dendam dalam pejam"


Hatiku lapuk, terjemur matahari dan terguyur hujan sepanjang tahun. Banyak jamur yang mengelilingnya. Begitu banyak tanaman pengganggu di sekelilingnya, yang hanya bertumbuh, berinang, bernaung lalu pergi setelah meraup untung, tanpa sedikitpun meninggalkan rasa syukur karena telah membuatnya makmur.

Kadang dalam hidup ada begitu banyak orang yang entah dari mana datangnya. Satu persatu datang menghampiri pelatarannya, namun kemudian pergi, dan bahkan hilang lenyap tanpa kabar. Atau bahkan rombongan orang yang datang berbondong-bondong dengan huru-hara dan hiruk-pikuknya menjamah pintu hatinya, tempat dimana benih-benih rindu musim hujan disemai, lalu kemudian beranjak pergi setelah musim kemarau mulai tiba, melarikan diri dari kenyataan seakan tak tahan dengan teriknya musim kemarau.

Begitulah sifat manusia dewasa ini, yang telah lama kupelajari dan kuamati dalam diam tanpa berucap. Yang bisa kulakukan hanyalah meredam dendam dalam pejam. Meskipun banyak yang berkata hati telah lama membatu, sudah rusak dan cacat seperti tertatih namun biarlah saja hancur luluh lantah. 

Kadang proses hidup ini begitu sakit. Akibat tertipu, dan seakan teraniyaya, terjerat, terjerumus, terjebak dalam waktu yang salah dan hal mengerikan lainnya, tapi ya sudahlah, biarkan saja!
Ladang yang baik memang harus di bongkar-bangkir isi tanahnya, dicungkil dari dalam ke luar, dibajak, dibersihkan dari hama pengganggu.

Laksana hatipun demikian, supaya tak ada lagi pengganggu yang menghalangi tumbuhnya benih-benih cinta yang sudah disemai bersama pupuk rindu.

Banyak orang begitu gampang menilai orang lain, berasumsi seakan tau segalanya, biarkan saja. Mungkin itu sifat dasar mereka yang tak bisa diubah. 

Kita tidak bisa mencangkul di tumpukan bebatuan, atau menaman di benih di dalam lumpur dosa. Karakter orang berbeda-beda, kita tak bisa membongkar-bangkir idiologi seseorang, memaksanya mengikuti apa yang kita inginkan. Kalau dia mau seperti itu, biarkanlah dia memilih hidup di jalan yang bejat. Ada begitu banyak yang harus dikorbankan, entah perasaan, ataupun harta benda. Butuh waktu yang tidak sedikit untuk mengeringkan air mata yang telah banyak mengalir.

Sebelum tahun ini berlalu meninggalkan banyak kenangan, berbenah dirilah, bercerminlah pada sifat dan perbuatan kita masing-masing. Selama daging masih menempel pada tulang, sifat kedagaingan masih melekat pada kita, hawa nafsu, noda dan dosa masih akan tetap kita lakukan, karena kita ini manusia. I'm not telling you to be perfect, but at least, try to be better than before. Ada banyak hal yang belum kita lakukan dimasa depan, kejarlah cita-cita, jalan masih terbuka lebar untuk meraih impian. Jalan hidup ini masih begitu panjang dan belum berakhir.

Ini adalah tulisan tanganku yang masih sama lelahnya dengan berjalan menyusuri setiap rintangan hidup ini. Namun, apalah daya kalau harapan itu akan selalu ada, sekecil apapun itu harapan akan selalu mengalahkan kata penyesalan.



Written by: @oldryronald

Yogyakarta, December 8, 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar