Kamis, 12 November 2015

Perjalanan Hati




Malam diselimuti dinginnya rasa penasaran, kian lama membeku dan membatu. Niat hati ingin melanjutkan perjalanan, apalah daya kaki sudah lelah melangkah. Terhentilah pijakan kaki yang terakhir di atas jembatan di seberang jalan sana, tempat dimana semua keluh kesah bisa dilontarkan pada derasnya aliran sungai yang mengalir deras, barangkali saja resah dan gelisah bisa terbawa arus hingga mengalir ke hilir dan hilang tanpa jejak seperti tersihir.


Ketika percakapan tak lagi seperti dulu, entah siapa yang harus mulai duluan, atau topik apa yang layaknya menjadi pembuka obrolan, kita berdua sudah sama-sama kaku, kisah ini begitu kikuk.


Ada keganjalan yang acapkali ku temui di sana, di tempat biasa kita berjalan bersama. Tempat yang umurnya sudah tak muda itu pernah manjadi sejarah cerita kita. Kisah klasiknya masih tergambar pada dinding-dinding yang hampir runtuh diterpah hujan badai, begitu kuno namun tersimpan ribuan sejarah. Hanya kau dan aku yang tau semuanya itu.



Ah, malam kian larut dan keadaan hati begitu berbelit-belit. Lika-liku perjalanan seperti lorong sepih tak berpenghuni. Sudah tak terdengar lagi irama musik yang pernah berbunyi merdu dalam sunyi. Yang tersisa hanyalah suara jangkrik yang memecah kehaningan malam, merubah suasanan menjadi nuansa yang mistis, dan penuh misteri.


Malam ini ku dapat pesan darimu, pesan yang begitu mengejutkan membuatku ku hanyut dalam lamunan, dalam hati ku bertanya, apa yang semalam kau impikan hingga kau mengirimkanku pesan, menanyakan kabar dan lain sebaginya. Setahuku, pesan yang terakhir ku terima darimu, kira-kira sudah dari 2 tahun yang lalu. Sekarang baru ku pahami, ternyata rasa rindu ini memang tak ada tanggal kadaluarsanya, dan bahkan tak pernah terlelap dalam senyap.


Dia, yang sudah tak sekota lagi denganku. Entah apa yang harus ku katakan padanya, sementara aksara terus menari-nari di kepala. Terlalu banyak yang ingin ku tanyakan dan sampaikan padanya.


Aku kangen, pada malam dingin penuh kabut dan bau tanah setelah hujan mengguyur kota ini, saat kita awal berkenalan dan saling menyimpan pertanyaan dan rasa penasaran yang dalam antara kau dan aku. Masa-masa dimana kita saling melegahkan rasa dahaga kita akan cerita masa lalu kita masing-masing. Hidup ini bukan seperti yang kita inginkan, kau lulus dan pergi meninggalkanku dalam kesendirian di kota ini, dan aku di sini terus berjuang melawan rasa rindu padamu. Sungguh! Cerita kita seperti dalam dongeng.


Apapun yang telah terjadi, terjadilah! Waktu tak mungkin bisa diputar kembali, aku juga tak mau kembali, apalagi kalau kembali ke masa dimana rasa kangenku meledak-ledak namun tak seorangpun yang tau kalau ledakan itu karena kamu. Aku hanya bisa bersyukur, bila mana sampai saat ini kau masih mengingatku.


Aku akan selalu menjadi diriku, yang dulu, saat ini, dan sampai kapanpun akan menjadi diriku sendiri. Aku akan selalu menjadi seseorang yang selalu kau tegur dan marahi dikala semua nasehatmu tak ku hiraukan, dan pergi dari meja kopi begitu saja tanpa pamit darimu, namun kau tetap sabar dalam menghadapi setiap sikapku. Aku selalu bersyukur meskipun sekarang kita tinggal di kota yang berbeda namun kita masih selalu berkomukikasi dan saling mendukung antara satu sama lain, meskipun terkadang kita sibuk dengan urusan kita masing-masing tetapi apa yang pernah kita janjikan masih belom kita ingkari, dan semoga saja tak pernah ada dusta antara kita. Aku selalu menitipkan namamu dalam doa semoga dirimu selalu diberi kesehatan dan kesuksesan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar